Tumpek Krulut Sebagai Hari Kasih Sayang
Beberapa tahun terakhir, hari suci Tumpek Krulut yang jatuh pada Saniscara Kliwon wuku Krulut. Tumpek Krulut lantas dianggap sebagai hari kasih sayang khas Bali. Benarkah Tumpek Krulut memang merupakan hari kasih sayang?
Cendekiawan Hindu, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., membenarkan makna Tumpek Krulut memang berdekatan dengan perayaan cinta atau kasih sayang. “Makna perayaan Tumpek Krulut memang kasih sayang. Kata krulut berasal dari kata lulut yang artinya ‘senang’ atau ‘cinta’ yang bisa disejajarkan dengan makna sayang,” kata pensiunan dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Menurut Wiana, makna Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang itu ditunjukkan dengan adanya sarana banten sekartaman yang dihaturkan saat Tumpek Krulut. Dalam pemahaman Wiana, banten sekartaman merupakan bentuk ungkapan rasa sayang kepada siapa saja yang memunculkan energi positif dan bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Di India, imbuh Wiana, juga ada tradisi peringatan hari kasih sayang. Di tanah kelahiran agama Hindu itu ada hari Raksa Banda atau pun Walmiki Jayanti. Raksa Banda merupakan hari untuk mengukuhkan ikatan cinta, kasih dan sayang di antara pasangan suami-istri, laki-laki dan perempuan. Pada hari Raksa Banda itu, sang lelaki diberikan tetebus berupa benang, pihak perempuan diberikan gelang. Tatkala hari Walmiki Jayanti, anak-anak hingga yang masih muda akan mempersembahkan bunga kepada orang yang lebih tua.
Namun, masyarakat Hindu Bali selama ini merayakan hari Tumpek Krulut sebagai hari piodalan di pelinggih penyarikan di banjar. Karena itu, acap kali ditemui, saat hari Tumpek Krulut dilaksanakan upacara piodalan di banjar-banjar.
Penulis buku-buku agama Hindu, Dra. Ni Made Sri Arwati dalam buku Rahina Tumpek tidak secara jelas menyebutTumpek Krulut sebagai hari kasih sayang. Arwati hanya menyebutkan yadnya saat hari Tumpek Krulut jika dicermati secara mendalam sesungguhnya sebagai sarana memunculkan rasa saling asih, asah dan asuh di antara sesama manusia melalui sarana seni tetabuhan, karya cipta Hyang Widhi yang membuat rasa tertarik, senang, terpesona dalam kehidupan.
Namun, Ketua Yayasan Dharma Acarya, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., berpandangan Tumpek Krulut merupakan hari pemujaan taksu. Diakuinya, kata krulut diambil dari kata lulut. Akan tetapi, artinya bukanlah sayang berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan, suami-istri atau pun sepasang kekasih. Rasa senang atau kasih itu berhubungan dengan kharisma utau wibawa yang menyebabkan orang lain tertarik.
Pemaknaan yang lebih segar terhadap suatu hari raya keagamaan memang suatu hal yang penting dilakukan sepanjang tidak jauh beranjak dari dasar sastra yang mendasari munculnya hari raya itu. Pemaknaan Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang dapat dianggap sebagai sebuah pemaknaan baru yang lebih segar sesuai dengan konteks zamannya.
Referensi : http://www.balisaja.com/2013/12/benarkah-tumpek-krulut-sebagai-hari.html
Cendekiawan Hindu, Drs. I Ketut Wiana, M.Ag., membenarkan makna Tumpek Krulut memang berdekatan dengan perayaan cinta atau kasih sayang. “Makna perayaan Tumpek Krulut memang kasih sayang. Kata krulut berasal dari kata lulut yang artinya ‘senang’ atau ‘cinta’ yang bisa disejajarkan dengan makna sayang,” kata pensiunan dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar ini.
Menurut Wiana, makna Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang itu ditunjukkan dengan adanya sarana banten sekartaman yang dihaturkan saat Tumpek Krulut. Dalam pemahaman Wiana, banten sekartaman merupakan bentuk ungkapan rasa sayang kepada siapa saja yang memunculkan energi positif dan bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Di India, imbuh Wiana, juga ada tradisi peringatan hari kasih sayang. Di tanah kelahiran agama Hindu itu ada hari Raksa Banda atau pun Walmiki Jayanti. Raksa Banda merupakan hari untuk mengukuhkan ikatan cinta, kasih dan sayang di antara pasangan suami-istri, laki-laki dan perempuan. Pada hari Raksa Banda itu, sang lelaki diberikan tetebus berupa benang, pihak perempuan diberikan gelang. Tatkala hari Walmiki Jayanti, anak-anak hingga yang masih muda akan mempersembahkan bunga kepada orang yang lebih tua.
Namun, masyarakat Hindu Bali selama ini merayakan hari Tumpek Krulut sebagai hari piodalan di pelinggih penyarikan di banjar. Karena itu, acap kali ditemui, saat hari Tumpek Krulut dilaksanakan upacara piodalan di banjar-banjar.
Penulis buku-buku agama Hindu, Dra. Ni Made Sri Arwati dalam buku Rahina Tumpek tidak secara jelas menyebutTumpek Krulut sebagai hari kasih sayang. Arwati hanya menyebutkan yadnya saat hari Tumpek Krulut jika dicermati secara mendalam sesungguhnya sebagai sarana memunculkan rasa saling asih, asah dan asuh di antara sesama manusia melalui sarana seni tetabuhan, karya cipta Hyang Widhi yang membuat rasa tertarik, senang, terpesona dalam kehidupan.
Namun, Ketua Yayasan Dharma Acarya, Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., berpandangan Tumpek Krulut merupakan hari pemujaan taksu. Diakuinya, kata krulut diambil dari kata lulut. Akan tetapi, artinya bukanlah sayang berkaitan dengan hubungan antara laki-laki dan perempuan, suami-istri atau pun sepasang kekasih. Rasa senang atau kasih itu berhubungan dengan kharisma utau wibawa yang menyebabkan orang lain tertarik.
Pemaknaan yang lebih segar terhadap suatu hari raya keagamaan memang suatu hal yang penting dilakukan sepanjang tidak jauh beranjak dari dasar sastra yang mendasari munculnya hari raya itu. Pemaknaan Tumpek Krulut sebagai hari kasih sayang dapat dianggap sebagai sebuah pemaknaan baru yang lebih segar sesuai dengan konteks zamannya.
Referensi : http://www.balisaja.com/2013/12/benarkah-tumpek-krulut-sebagai-hari.html
0 komentar: