Tirta Yatra PD KMHDI Jawa Barat

Tirta Yatra PD KMHDI Jawa Barat - Kegiatan Tirta Yatra dan Simakrama Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Barat ke Jakarta dan Bogor, diharapkan dapat menyatukan berbagai unsur masyarakat Hindu di Jawa Barat terutama mahasiswa pada umumnya sehingga terjalin suatu hubungan yang positif kedepannya. Kegiatan Tirta Yatra dan Simakrama pun diharapkan mampu membuat rasa kekeluargaan dan hubungan setiap anggota Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Barat menjadi lebih baik.

PD KMHDI Jawa Barat mengadakan kegiatan 'TIRTA YATRA' ke Jakarta-Bogor.


Tanggal : Sabtu-Minggu, 30 November - 1 Desember 2013

Tempat : Jakarta - Bogor

Waktu : 08.00 - Selesai


Adapun tujuan diselenggarakannya kegiatan Tirta Yatra ini yaitu :

1. Menjalin tali silaturahmi antara Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Barat dengan anggota KMHDI di daerah lain.
2. Meningkatkan rasa kekeluargaan dan hubungan setiap anggota Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Barat menjadi lebih baik.
\
Pelaksana,

Pimpinan Daerah KMHDI Jawa Barat

0 komentar:

Hari Valentine Menurut Perspektif Hindu

Hari Valentine Menurut Perspektif Hindu - Artikel | Globalisasi telah menimbulkan semakin tingginya intensitas pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan global. Sistem nilai budaya lokal yang selama ini digunakan sebagai acuan oleh masyarakat tidak jarang mengalami perubahan karena pengaruh nilai-nilai budaya keresahan psikologis dan krisis identitas di kalangan masyarakat (Ardika, 2005:18). Terlepas dari dampak positif dan negatif globalisasi tersebut, tampak beragam respon masyarakat Hindu, Bali Kususnya. Di satu pihak mereka optimis menghadapi tantangan globalisasi tersebut, di pihak yang lain ada yang sangat pesimis dan khawatir terhadap memudarnya berbagai nilai budaya Bali. Tapi Agama Hindu dan budaya Bali tetap mampu menghadapi budaya global, namun demikian kekhawatiran sebagian masyarakat tentang dampak negatif globalisasi perlu diusahakan jalan untuk mengatasi dan mungkin mencegahnya.


Hal tersebut diatas tidak terlepas dari ajaran Weda, terutama Manawa Dharmasastra sebagai kitab Hukum Hindu yang memberikan petunjuk yang jelas bagaimana kita menghadapi dan mempraktikan dharma dalam kehidupan sehari-hari sesuai tempat dimana kita berada dan sesuai perkembangan jaman. Dalam Manawa Dharmasastra VII.10 disebutkan sebagai berikut:

KARYAM SOVEKSO SAKTIMCA, DESA-KALA-CA TATVATAH,
KURUTE DHARMASSDDHIYARTHAM, VISWARUPAM PUNAH-PUNAH.

Artinya :
Setelah mempertimbangkan sepenuhnya maksud, kekuatan, dan tempat serta waktu , untuk mencapai keadilan ia menjadikan dirinya bermacam wujud, untuk mencapai tujuan keadilan yang sempurna.

Sloka di atas menegaskan bahwa didalam mempraktikan aturan dan ajaran Dharma hendaknya dilaksanakan berdasarkan: Iksa (Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (wilayah), Kala (waktu, perkembangan zaman), Tatva (sastra dan keadaan), untuk menyukseskan tujuan dharma dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan sebuah jawaban mengapa Hindu Nusantara berbeda dengan Hindu India, dan mengapa pula ajaran Hindu dalam pratiknya selalu menyesuaikan dengan Perkembangan zaman dan sesuai wilayah dimana penganutnya berada. Berdasarkan petunjuk Weda Smerti (Dharmasastra) di atas, mari kita kaji " Hari Valentine " yang biasa dilaksanakan setiap 14 Februari ini lebih dalam.


A. Sejarah Hari Valentine

Asosiasi sebagian orang, menganggap bahwa pertengahan bulan Februari dengan cinta dan kesuburan sudah ada sejak dahulu kala. Menurut tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari adalah bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera.

Di Roma kuno, 15 Februari adalah hari raya Lupercalia, sebuah perayaan Lupercus, dewa kesuburan, yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Sebagai bagian dari ritual penyucian, para pendeta Lupercus menyembahkan korban kambing kepada sang dewa dan kemudian setelah minum anggur, mereka akan lari-lari di jejalanan kota Roma sembari membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Terutama wanita-wanita muda akan maju secara sukarela karena percaya bahwa dengan itu mereka akan dikarunia kesuburan dan bisa melahirkan dengan mudah.

B. Menyikapi Hari Valentine dari sudut Pandang Hindu

Samàno mantraá samitiá samàni
samànam manaá saha cittam eûàm,
samanam mantram abhi mantarey vah,
samanena vo havisa juhomi.

Rgveda X.191.3.
Wahai umat manusia! Pikirkanlah bersama. Bermusyawarahlah  bersama.  Satukanlah  hati, dan pikiranmu dengan yang lain.Aku anugrahkan pikiran  yang  sama, dan  fasilitas  yang sama pula untuk kerukunan hidupmu


Samànì va àkutiá samànà hådayàni vaá,
samànam astu vo mano yathà vaá susahàsati.

Rgveda X.191.4.
Wahai  umat   manusia!   Milikilah  perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pengertian di antara kamu. Dengan demikian engkau dapat  mewujudkan  kerukunan dan kesatuan

Berdasarkan kutipan Rg Weda di atas sudah sepantasnya kita mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dalam kehidupan, baik kehidupan sehari-hari maupun di hari-hari raya serta hari spesial yang mengglobal seperti hari Valentine.

Dari berita-berita yang beredar di internet bahwa " Kota-kota besar di Indonesia pada moment Valentine tahun 2009, penjualan kondom malam Valentine Day terdongkrak tajam dibanding hari biasa ". Beberapa di antaranya adalah apotek-apotek yang mengaku bahwa sedikitnya 20 kotak kondom berisi 3 buah merek apapun ludes terjual khusus di malam Valentine Day. Dan ada beberapa apotek yang menegaskan bahwa dalam 24 jam sudah menjual sedikitnya 6 kotak kondom berisi 24 merek dan isi 13 kotak yang dibeli oleh pemuda remaja setiap mendekati pertengahan Februari. Umumnya, pembeli adalah pria berusia 20 tahun’.
Dari kutipan berita diatas dapat disimpulkan bahwa hari Valentine dijadikan ajang SEKS BEBAS , "melakukan seks diluar nikah" hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Sanatana Dharma atau lebih dikenal dengan nama Hindu.

Setiap orang dari kita tahu bahwa seks adalah merupakan kebutuhan biologis manusia. Bila hubungan seks bebas dikatakan tidak baik, lalu seperti apakah hubungan seks yang baik itu?. Kesucian dalam berhubungan seks, banyak diatur dalam Manawa Dharmasastra, Parasara Dharmasastra. Menurut pandangan Agama Hindu, hubungan seks itu dianggap sakral dan ada aturan mainnya adalah sebagai berikut :


1. Hubungan seks dalam Hindu tidak semata-mata " for fun " tetapi yang lebih utama adalah untuk mendapat keturunan yang disebut sebagai " dharma sampati " . Dengan demikian seks di luar nikah, menurut Hindu adalah dosa, termasuk " paradara " dalam trikaya parisuda (kayika).

2. Hubungan seks antara Suami istri agar dilakukan secara sakral :
 - Membersihkan badan/ mandi terlebih dahulu
 - Sembahyang mohon restu Dewa-Dewi Smara Ratih

    Hubungan seks jangan dilakukan:
 - Ketika sedang marah, mabuk, tidak sadar, sedih, takut, terlalu senang.
 - Ketika wanita sedang haid

    Waktu yang tidak tepat: siang kangin (fajar), bajeg surya (tengah hari), sandyakala (menjelang matahari terbenam), purnama, tilem, rerainan (hari raya), odalan, sedang melaksanakan upacara panca yadnya.
jangan meniru “gaya binatang”, yang disebut “alangkahi akasa” (melangkahi angkasa)
dalam berhubungan seks selalu berbentuk “lingga-yoni”.
Kalau senang hubungan seks diiringi musik, pilih yang slow/ tenang, jangan lagu dangdut atau yang ribut/ underground atau house-music, apalagi gaya tripping. Makanya di Bali dahulu ada gambelan “smara pegulingan” (artinya: asmara di tempat tidur) adalah jenis gambelan khas yang di tabuh di Puri-Puri di saat Raja sedang berintim ria dengan Permaisuri.

3. Bila hubungan seks dilaksanakan dengan patut sesuai swadharma kama sutra, maka anak yang lahir mudah-mudahan berbudi pekerti yang baik, menuruti nasihat orang tua, rajin sembahyang, pintar, sehat, pandai bergaul dan hidupnya sukses. Tetapi bila hubungan seks menyimpang, maka anak yang lahir disebut anak “dia-diu” yakni: bandel, menyakiti hati ortu, bodoh, jahat, banyak musuh, sulit hidupnya, sakit-sakitan.

C. Larangan Seks Bebas

Sex bebas dan " kumpul kebo " dalam Agama Hindu dilarang dan termasuk perbuatan adharma atau perbuatan dosa. Dalam Manawa Dharmasastra III.63 disebutkan :

Kuwiwahaih kriya lopair, wedanadhyayanena ca,
kulanya kulam tamyanti, brahmanati kramena ca

Dengan berhubungan seks secara rendah diluar cara-cara perkawinan (brahmana wiwaha, prajapati wiwaha dan daiwa wiwaha), dengan mengabaikan upacara pawiwahan, dengan mengabaikan weda, dengan tingkah laku hina, tidak memperhatikan nasihat Sulinggih maka keluarga-keluarga besar, kaya dan berpengaruh akan hancur berantakan.

Parasara Dharmasastra X.1:

Catur varnamsya sarva trahiyam prokta tu niskrtih,
agamyagamate ca iva suddhau candrayanam caret

Aku (Bhagvan,Tuhan) telah menguraikan tentang upacara penebusan dosa bagi keempat golongan sosial; seorang laki-laki setelah menggauli seorang wanita yang dilarang untuknya harus melakukan penebusan dosa candrayanam.

Parasara Dharmasastra X.30 :

Jarena janayed garbhe tyakte mrte patau,
tam tyajed apare rastre patitam papa karinim.

Wanita yang memperoleh kehamilan dengan kekasih gelapnya (tidak melalui upacara pawiwahan), atau setelah ditinggal suaminya atau selama ketidakhadiran suaminya di negeri jauh, harus diusir ke sebuah kerajaan asing (keluar wilayah).

Selain itu dalam Sarasamuscaya yang menguraikan tentang Trikaya Parisudha, disebutkan salah satu dosa dari Kayika (perbuatan) adalah " Paradara " atau dalam bahasa sekarang “berzina” sebagaimana tertulis dalam pasal 153 :

Paradara na gantavyah sarvavarnesu karhicit,
na hidrcamanayusyam yathanyastrinisevanam.

Menggoda, memperkosa, menggauli wanita dengan usaha curang (tidak melalui pawiwahan) jangan dilakukan karena akan menyebabkan dosa dan berumur pendek.

Dalam Lontar Dharma Kauripan disebutkan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan adalah anak “dia-diu”, anak yang cuntaka, akan mengalami hidup yang susah. Hubungan seks sebelum pawiwahan dikatakan sebagai dosa yang disebut “kama kaperagan”.

Syarat mutlak yang tak bisa ditawar adalah, seks harus dilakukan dengan cara yang benar, dengan sarana yang suci dan dengan semangat welas-asih yang tinggi. Atau dalam manifesto yang sederhana: Pengalaman spiritual yang suci, dari seks hanya bisa diraih dari hubungan seks yang sah, yaitu hubungan suami-istri. Dalam bahasa ilmiah, pengalaman spiritual itu bisa dianalogikan—tidak disamakan—dengan kepuasan psikologis puncak, kedamaian psikologis yang tinggi, dan keseimbangan jiwa. Hubungan seks secara jahat, atau hubungan seks pra-nikah, atau hubungan selingkuh, apalagi hubungan seks menyimpang, tak akan bisa menghadirkan pengalaman spiritual yang suci dan agung, dan jika dikaitkan dengan konsep keyakinan Hindu, hubungan seks yang tidak sah akan membawa karma negatif bagi jiwa kita.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan beberapa hal mengenai " Hari Valentine " menurut pandangan Hindu. Secara kontekstual valentine tidak bertentangan dengan Hindu, namun jika kita melihat dari fakta yang ada, bahwa hari valentine dijadikan ajang seks bebas, maka sangat bertentangan dengan ajaran veda. Jika anda tidak suka, syukuri hari tersebut sebagai hari kasih sayang. Jika anda suka, rayakan apa adanya jangan sampai dijadikan ajang seks bebas. Pada praktiknya tidak menutup kemungkinan ada saja beberapa pasangan yang memiliki keinginan atau hasrat untuk merayakan valentine dengan seks bebas, ada beberapa saran dan kutipan yang perlu kita semua renungkan sebelum akhirnya terperosok lebih dalam ke arah seks bebas.

Saran buat lelaki : Anda sebagai lelaki sudah sepatutnya menghargai dan menghormati perempuan.
Renungkan sloka Manawa dharmasastra dan praktikan :

Dimana perempuan dihormati disana para dewa merasa senang, akan tetapi dimana perempuan tidak dihormati disana tidak ada upacara suci yang berpahala. (Manawa Dharmasastra, III:56)

Dimana perempuan hidup sedih, keluarga itu akan cepat mengalami kehancuran, sebaliknya, dimana perempuan tidak hidup menderita, keluarga itu akan hidup bahagia. (Manawa Dharmasastra, III: 57)
pada hari raya memberinya hadiah perhiasan, pakaian, dan makanan.(Manawa Dharmasastra, II:59)

Saran buat perempuan : wanita yang berhubungan seks diluar nikah maka ia termasuk orang cuntaka (tidak suci), sehingga anda dilarang memasuki tempat-temapt suci, seperti pura. Jika anda melanggar itu tanggung jawab sendiri dihadapan Hukum Karma.

Canakya Niti Sastra XIV.1


Atmaparadha-vrksasya,Phalanyetani dehinam.
Darydrya-roga-duhkhani,Bandhanavyasanani ca.

Dari pohon dosa diri sendiri, orang mendapatkan buah berupa kemiskinan, penyakit, kedukaan, ikatan, dan kebiasaan buruk.

Seorang wanita biasanya susah menghadapi dilema cinta, apalagi kekasihnya mengancam bahwa jika tidak melakukan hubungan seks dikatakan bahwa seorang perempuan tidak cinta , tidak sayang, dll. Itu hanya “PEMBENARAN” bukan “KEBENARAN”.
Untuk menghadapi dilema seperti itu kita lihat dalam kitab Weda Smerti
Canakya Niti sastra III.2 :

sambhramah snehamahkhyati

Cinta kasih terlihat dari rasa hormat dan kelembutan.

Jadi lelaki yang mengatakan pembenaran seperti itu hanyalah "Cinta karena Nafsu" bukan "Kasih Sayang". Agar tidak terjebak oleh apa yang disebut "Cinta Buta dan Cinta Nafsu", renungkan sloka dibawah ini :
Canakya Nitisastra XIII.6


Yasya sneho bhayam tasya, Sneho duhkhasya bhajanam.
Sneho mulani duhkhani, Tani tyaktva vaset sukham

Dimana ada cinta disana ada ketakutan, cinta adalah tempat bagi kedukaan, dan cinta juga yang merupakan permulaan dari segala kedukaan. Oleh karena itu , tinggalkan segala kecintaan itu dan mantaplah dalam kesukaan.

" Selain seorang ISTRI yang sah semua wanita adalah IBU. Selain seorang SUAMI yang sah semua laki-laki adalah AYAH "

Referensi : http://radheyasuta.blogspot.com/2012/02/valentine-dari-perspektif-hindu.html

0 komentar:

Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Weda

Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Weda - Ada berbagai versi mengenai teori penciptaan alam semesta yang telah diajarkan sampai saat ini. Mulai dari teori dentuman besar (Big bang), Matahari ganda dan lain sebagainya baik yang memang murni berdasarkan analisa ilmu pengetahuan ataupun untuk kepentingan pembenaran kitab suci tertentu.


Menurut penulis yang memiliki nama besar dari kalangan Muslim, dengan nama samarannya Harun Yahya. Teori penciptaan menurut Al-Qur’an sangat sesuai dengan teori penciptaan dentuman besar (big bang). Menurut beliau Alam semesta dimulai dari satu titik energi-materi yang akhirnya pecah dan terbentuk berbagai susunan planet dengan tatasuryanya. Al-Qur’an dan Injil menyebutkan bahwasanya alam semesta beserta isinya ini diciptakan oleh Allah hanya dalam waktu 1 minggu (7 Hari). Teori ini juga menjelaskan kenapa alam semesta ini mengembang dan jarak antara tatasurya semakin menjauh. Beberapa tafsir Al-Qur’an dan Harun Yahya sendiri menyatakan di seluruh alam semesta ini, hanya bumilah yang memiliki kehidupan.

Bagaimana menurut Hindu? Apakah sama dengan teori-teori agama abrahamik? Dan dapatkah dijelaskan secara ilmiah?

Secara global menurut Veda alam semesta terdiri dari dua bagian utama, yaitu 2/3 alam rohani dan 1/3-nya alam material. Alam rohani sering disebut dengan istilah alam Moksa dimana kondisinya adalah sat cit ananda (kekal, penuh dengan ilmu pengetahuan dan penuh dengan kebahagiaan). Di alam moksa terdapat jutaan planet yang ditempati oleh roh-roh yang telah mencapai pembebasan dan sesuai dengan rasa yang dimiliki oleh roh bersangkutan.

Sebagai contohnya, seorang pemuja Krishna akan mencapai planet Vaikunta, Pemuja Narasimha akan hidup bersama Narasimha, pemuja Narayana akan hidup bersama Narayana di planet rohani yang masing-masing terpisah. Sedangkan di alam material tersusun atas jutaan alam semesta. Dimana dalam satu alam semesta terdiri dari jutaan galaksi. Kita sendiri menempati salah satu alam semesta dalam galaksi Bimasakti. Dalam sebuah galaksi terdiri milyaran tatasurya yang berpusat pada 1 bintang, dan dalam satu tatasurya terdiri dari beberapa planet. Seperti pada tempat kita tinggal di planet bumi yang terletak pada tatasurya dengan pusat bintang matahari.

Penciptaan alam semesta diawali dari Tuhan sendiri yang berbaring di lautan penyebab yang mungkin bisa dikiaskan sebagai pondasi seluruh alam semesta sebagai Karanodakasayi Visnu yang maha besar. Dari setiap pori-pori Karanodakasayi Visnu muncullah Garbhodakasayi Visnu yang memunculkan sebuah alam semesta. Dari sini bisakah kita membayangkan betapa besarnya Tuhan? Yang hanya dari 1 pori-porinya memunculkan 1 alam semesta yang terdiri dari jutaan galaksi.

Secara Ilmiah munculnya alam semesta dari pori-pori Tuhan dalam wujud Karanodakasayi Visnu ini diistilahkan dengan White Hole (Lubang Putih). Fenomena White hole sempat diamati oleh beberapa ilmuan yang merupakan area tempat terjadinya perubahan dari Energi menjadi Materi. Kenyataan ini dibenarkan dalam sloka Rgveda bab II.72.4 disebutkan “Aditer dakso ajayata, daksad uaditih pari ” artinya : Dari aditi (materi) asalnya daksa (energi) dan dari daksa (energi) asalnya aditi (materi). Perubahan dari energi menjadi materi diistilahkan dengan White Hole, bagaimana dengan perubahan dari materi menjadi energi? Dalam konsep penciptaan Veda, perubahan ini dapat diistilahkan dengan Black Hole yang juga sangat sesuai dengan penemuan para ilmuan saat ini. Jadi Veda memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana alam semesta diciptakan bukan dengan konsep big bang seperti yang diakui oleh Al-Qur’an, melainkan dengan teori yang baru mulai dilirik oleh para ilmuawan setelah ditemukannya fenomena Black Hole, yaitu teori Black Hole – White Hole.

Lebih lanjut Veda menjelaskan bahwa setelah munculnya Garbhadakasayi Visnu dari pusar beliau muncul bentuk yang menyerupai bunga padma. Di atas bunga padma inilah Tuhan menciptakan mahluk hidup yang pertama, yaitu Dewa Brahma. Dewa Brahma diberi wewenang sebagai arsitek yang menciptakan susunan galaksi besarta isinya dalam satu alam semesta yang dikuasainya. Kenapa penulis menjelaskan Dewa Brahma menjadi arsitek dalam alam semesta yang dikuasainya? Hal ini karena Menurut Veda alam semesta ada jutaan dan tidak terhitung banyaknya yang muncul dari pori-pori Karanodakasayi Visnu dan setiap alam semesta memiliki dewa Brahma yang berbeda-beda. Ada Dewa Brahma yang berkepada 4 seperti yang dijelaskan menguasai alam semesta tempat bumi ini berada. Dan ada juga Brahma yang lain yang memiliki atribut yang berbeda, berkepala 8, 16, 32 dan sebagainya.

Yang jelas dapat disimpulkan bahwa Brahma adalah merupakan kedudukan dalam sebuah alam semesta dan di seluruh jagad material terdapat sangat banyak dewa Brahma, bukan saja dewa Brahma yang telah biasa dibicarakan oleh umat Hindu saat ini. Hal pertama yang diciptakan Brahma dalah susunan benda antariksa, planet, bintang dan sejenisnya mulai dari tingkatan paling halus sampai dengan yang paling kasar. Dalam penciptaan ini dijelaskan bahwa Tuhan menjelma sebagai Ksirodakasayi Visnu dan masuk kedalam setiap atom dan partikel terkecil sekalipun. Inilah kemahahebatan Tuhan sebagai maha ada dan menguasai setiap unsur dalam ciptaannya. Setalah itu Dewa Brahma menciptakan berbagai jenis kehidupan mulai dari para dewa, elien, mahluk halus, binatang, tumbuhan sampai pada virus yang berjumlah 8.400.000 jenis kehidupan. Veda juga memberikan penjelasan siapa manusia pertama. Tidak seperti halnya kitab suci Abrahamik yang menyebutkan hanya ada 1 manusia pertama yaitu adam, Tapi Veda menjelaskan ada 14 manusia pertama yang muncul dalam jaman yang berbeda dalam 1 siklus penciptaan. Manusia pertama dalam Veda diciptakan oleh dewa Brahma dan disebut dengan Manu dan sampai saat ini sudah mencapai generasi manu ke-7.

Jika anda mengaku sebagai manusia tetapi menolak otoritas manu sebagai manusia pertama, maka anda adalah orang bodoh. Manusia berasal dari bahasa sansekerta, dari urat kata manu dan sia, sia diartikan sebagai keturunan. Karena itu seluruh keturunan manu disebut sebagai manusia.

Veda menolak akan adanya teori evolusi yang dikemukakan oleh Charles Darwin, Tetapi Veda mengemukakan akan adanya Devolusi, atau terjadinya degradasi atau penurunan kualitas kehidupan, mulai dari semakin kacaunya susunan tatasurya, kepunahan mahluk hidup, penurunan kualitas kehidupan manusia seiring dengan berjalannya waktu. Terus bagaimana Veda dapat menjelaskan tentang terjadinya berbagai ras manusia? Dalam kitab suci agama abrahamik yang dengan tegas mengakui hanya adam adalah manusia pertama dan berusaha menjelaskan bahwa mutasi dan evolusi genetislah yang menghasilkan ras berbeda. Hawa sebagai pasangan adam tercipta dari tulang rusuk adam. Dengan demikian secara ilmiah, gen yang dimiliki adam seharusnya sama dengan gen yang dimiliki hawa. Jika kedua pasangan ini kawin dan menghasilkan keturunan, maka sudah barang tentu keturunan yang dihasilkannya seharusnya memiliki gen yang sama. Hanya saja kenapa saat ini ada banyak ras dengan genetik yang sangat jauh berbeda? Agamawan dari kalangan Abrahamik menjelaskan bahwa perubahan itu akibat adanya evolusi karena mutasi. Hanya saja Ilmu pengetahuan modern saat ini menjelaskan bahwasanya mutasi tidak akan pernah menghasilkan keturunan yang bersifat menguntungkan bagi mahluk hidup bersangkutan. Sebagai contoh semangka yang dimutasi dapat menghasilkan semangka tanpa biji dimana selanjutnya semangka bersangkutan tidak akan mampu berkembangbiak secara normal.

Demikian juga dengan sapi yang diradiasi untuk menghasilkan sapi yang memiliki ukuran besar juga tidak sanggup bertahan hidup dan berkembang biak secara normal. Bukti lain yang membantah pernyataan agamawan abrahamik yaitu jika orang asia hidup ditengah-tengan orang bule di eropa dalam waktu yang sangat lama dengan kebudayaan eropa tetapi mereka tidak pernah melakukan perkawinan silang dengan orang bule, apakah postur tubuh mereka berubah menjadi orang bule atau campurannya? Tentu tidak bukan. orang dengan ras asia tetap sama dimanapun mereka berada.

Nah, jika teori adam-hawa ini salah, bagaimana otoritas Veda menjelaskannya? Menurut Veda yang menjelaskan bahwa sampai saat ini di bumi ini telah muncul 7 manu dengan gambang menyatakan bahwa ras-ras yang berbeda yang ada saat ini berasal dari ke-7 manu yang memiliki genetik yang berbeda dan perkawinan silang diantara mereka. Jadi keturunan dari manu saat ini adalah kombinasi dari 7 dan dapat merupakan kombinasi dari keturunanya lagi. Tentunya secara Ilmiah teori ini dapat diterima dengan baik dan jauh lebih masuk akal dibandingkan dengan konsep adam-hawa. Jadi yakinkah bahwa leluhur anda adalah adam dan hawa?

Seringkali pula kita mendengar bahwa kiamat sudah dekat. Benarkah kiamat sudah dekat? Veda menjelaskan bahwa kiamat akan terjadi pada saat Brahma yang merupakan arsitek alam semesta meninggal dunia pada usia beliau yang ke-100 tahun dalam satuan waktu alam Jana loka. Sebelum ke penjelasan selanjutnya, sebaiknya harus dimengerti terlebih dahulu bahwa waktu di bumi, berbeda dengan waktu di planet lain ataupun di dimensi lain sesuai dengan hukum relativitas ruang dan waktu. jika kita dapat mengerti bahwa 1 hari di sorga akan sama dengan 6 bulan di bumi, 1 hari di dimensi alam jin akan sama dengan 3 hari di dimensi kita di bumi. Demikian juga dengan alam / dimesi ruang yang lainnya. 100 tahun dewa brahma jika dikonversikan dalam satuan waktu kita akan sama dengan 311,04 triliun tahun manusia. Umur alam semesta yang sepanjang ini dapat dibagi-bagi lagi seperti dalam gambar berikut.



Oleh : #ngarayana
Referensi : http://narayanasmrti.com/vedic-science-43/konsep-penciptaan-alam-semesta-menurut-veda/

0 komentar:

Umat Hindu Di Jerman Merayakan Kuningan

Umat Hindu Di Jerman Merayakan Kuningan  - Saniscara Kliwon Kuningan - Sabtu, 2 Nopember 2013 , umat Hindu dimanapun berada melangsungkan perayaan Kuningan, tidak terkecuali umat Hindu yang berada di kota Hamburg atau di negeri Jerman pada umumnya. Perayaan Kuningan saat itu terasa berbeda dari perayaan Kuningan sebelumnya yang biasa diselenggarakan oleh Nyama Braya Bali (NBB) di Jerman.  Sebelumnya, NBB tempek Hamburg bertepatan dengan Hari Raya Kuningan 22 Mei 2010 secara bersamaan juga melangsungkan karya Ngenteg Linggih Pura yang baru dibangun di Hamburg, tepatnya di depan halaman Museum für Völkerkunde (Museum Etnologie yang memamerkan hampir seluruh etnis kebudayaan dunia). Pura yang baru di pelaspas di halaman Museum ini bernama " Pura Sangga Bhuana ".



# Sejarah Singkat Pembangunan Pura

Pura yang dibangun atas inisiatif Luh Gede Juli Wirahmini Biesterfeld, wanita kelahiran Desa Banyuatis, Buleleng yang saat ini berdomisili di Hamburg. Sesungguhnya pembangunan ini sudah direncanakan sejak tahun 2004, secara bertahap dimulai dari kegiatan memamerkan benda-benda kesenian Bali didalam ruangan Museum di salah satu departementnya yang khusus memamerkan tentang kebudayaan etnis Bali. Kemudian di tahun 2006 diikuti dengan mewujudkan rumah gedong kerajaan berasitektur Bali di dalam ruangan Museum, hingga akhirnya di tahun 2008 ketika NBB Hamburg menyelenggarakan Kuningan, keinginan untuk mendirikan Pura mulailah di wujud nyatakan di awali dengan upacara mecaru " ngeruak " . Diawali dengan membuat dasar bangbang untuk bangunan Padmasana yang dipimpin oleh Ida Bhagawan Dwija. Selanjutnya di tahun 2009 Padmasana mulai dibangun oleh undagi (arsitektur Pura) I Nyoman Artana yang juga didatangkan langsung dari Bali. Atas sweca nugraha Ida Sang Hyang Widi Wasa di tahun 2010 tepatnya pada saat perayaan Kuningan 22 Mei 2010. Pura yang baru di bangun ini diresmikan seperti layaknya Pura di Bali, yang upacara Pemlaspasan dan Ngenteg Linggih di pimpin oleh Ida Bhagawan Dwija Nawa Sandi.

# Jalannya Upacara Pemlaspasan Pura dan Perayaan Kuningan di Hamburg

Seperti tertulis pada surat undangan yang disebarluaskan oleh Juli Wirahmini bekerja sama dengan pihak Museum Völkerkunde Hamburg, upacara pemlaspasan Pura dilaksanakan pada hari Sabtu Kliwon Kuningan 22 Mei 2010, tepatnya dimulai jam 10 pagi. Sebelum upacara dimulai, cuaca di Hamburg saat itu tampak mendung dan sempat terjadi gerimis hujan, tak pelak cuaca dingin saat itu membuat umat yang hadir berpenampilan pakaian adat bali hampir semua melengkapi dirinya dengan jaket yang tebal pula. Namun seiring berjalannya mata jarum jam, cuacapun berangsur membaik hingga akhirnya matahari bersinar terang.
Ketika memasuki area Pura, umat yang hadir disambut dengan suara gamelan yang dimainkan oleh group gamelan " Anggur Jaya "  pimpinan Sebastian Goethe dan Ni Wayan Goethe yang anggotanya berasal tidak hanya dari Freiburg, melainkan juga dari Basel Swiss, Muenchen, Heidelberg, dll. Dentuman kendang yang dimainkan oleh Wayan Pica serta Lantunan suara seruling yang dimainkan oleh anggota sekehe gamelan, membuat suasana di Hamburg benar-benar terasa seperti di Bali.

Setelah umat yang hadir selesai bertegur sapa dan berkangen-kangenan, tiba saatnya Ida Bhagawan Dwija yang memimpin jalannya upacara meminta kepada umat yang hadir untuk mengambil sikap duduk agar jalannya upacara bisa dimulai. Sementara Ida Bhagawan Dwija mulai melafalkan mantra, disaat itu juga penari " Topeng Jago " mulai menari dihadapan umat. Pementasan  Topeng Jago yang termasuk jenis tari bebali disaat upacara sedang berlangsung adalah bertujuan untuk mengusir Buta Kala sehingga upacara pemlaspasan bisa berjalan dengan lancar. Seperti jenis tarian topeng lainnya, tari Topeng Jago juga menggambarkan suatu hubungan interaktif antara penari dan penabuh. Keduanya saling mempengaruhi dan keduanya secara bergantian memberi sinyal tertentu yang bisa menghasilkan gerakan tari yang berbeda-beda.

Setelah penampilan Topeng Jago, kemudian diikuti dengan rentetan upacara mecaru – melaspas (memangguh, memirak, nyengker, mecaru Rsi Gana Bebek, melaspas, memakuh, ngurip, masucian). Usai penampilan Topeng Tua, kemudian diikuti dengan pementasan " Topeng Penasar " yang banyak bertutur atau membeberkan jalannya upacara yang akan berlangsung serta menjelaskan makna filosofi yang terkandung didalamnya termasuk pula tentang keberadaan dekorasi atau aksesori yang ada di sekeliling Pura seperti kober nawa sanga, kober hanoman, umbul-umbul serta bendera yang berwarna-warni tak luput dijelaskannya. Karena fungsi nya sebagai pengutara dasar cerita maka tokoh ini disebut " Penasar ". Tatwa Hindu dijabarkannya dengan gaya bahasa yang mudah di cerna oleh umat yang hadir.

Upakara yang digunakan pada upacara pemlaspasan Pura di Hamburg ini dijelaskannya juga, bila dilihat dari tingkatan upakara (utama, madya, nista) termasuk tingkatan " Madyaning Utama " karena disesuaikan dengan " Desa, Kala, Patra ". Karena terbatasnya lahan yang ada di depan museum, maka prinsip kesucian yang bersifat horizontal " Tri Mandala " :

1. Utama mandala      = jeroan,
2. Madya mandala     = jaba tengah,
3. Nista mandala        = jaba

Dimana biasa dijumpai di Pura di Bali, ditransformasi menjadi prinsip kesucian yang bersifat vertical " Tri Angga " yang pada pembangunan Padmasana dikenal dengan nama " Tri Loka ":

1. Bhur Loka     = dasar yaitu badawang nala-naga basuki-naga antaboga,
2. Bwah Loka   = badan yaitu karang boma-garuda wisnu kencana, angsa,
3. Swah Loka   = puncak padmasana yaitu berbentuk singasana yang diapit oleh dua naga taksaka .

Sehingga bangunan Padmasana terlihat saling melengkapi dengan bangunan Museum yang tinggi, demikian di wacanakan oleh Topeng penasar disaat upacara berlangsung. Perihal nama dari Pura di Hamburg ini juga dijelaskan oleh Topeng Penasar, Pura ini tidak dinamai " Pura Jagadnata " seperti layaknya Pura yang ada di Bali, melainkan dinamai " Pura Sangga Bhuana ", karena alasan secara phisik Pura Jagadnata memerlukan tambahan pelinggih lainnya seperti Piasan, Pelinggih Purusa sebagai simbol gunung agung dan pelinggih Pradana sebagai simbol gunung batur, sementara lahan yang tersedia di depan Museum ini tidaklah cukup luas, namun bila di maknai secara filosofi " Jagat = Bhuana ", Sangga = menyangga / menopang. Jadi Pura Jagat-Nata yang bermakna Pura penguasa dunia diganti dengan Pura Sangga Bhuana yang bermakna Pura Penyangga dunia yang diharapkan dapat menopang dunia / menjaga kehidupan umat yang ada di Hamburg / Jerman / Eropa.

Setelah Topeng Penasar sekian lama ber " Dharma Wacana "  dihadapan umat, Ida Bhagawan Diwija yang memimpin jalannya upacara menginstruksikan kepada umat untuk melaksanakan Pemuspaan " Ngider Bhuana "  dan secara bersamaan diminta mementaskan Tari Rejang Dewa dengan tujuan untuk " memendak " Ida Bhatara untuk turun kedunia.

Yang menarik dari penampilan tari rejang dewa yang dipentaskan oleh anak gadis yang memang benar-benar masih " virgin " sehingga kesucian dan kesakralan dari jenis tari wali ini benar-benar terjaga. Setelah ngider bhuana dan peenampilan tari rejang dewa usai, kemudian ditampilkannya tari " Topeng Sida Karya " yang bertujuan melinggihan (Ngenteg Linggih) Ida Bhatara secara niskala di Padmasana. Bersamaan dengan penampilan Topeng Sida Karya, umat ngaturang ngayah meletakkan " symbol " Ida Sang Hyang Widi tepat dipuncak Padmasana

Setelah kesemua ritual diatas selesai, akhirnya persembahyangan bersama dimulai, diawali dengan puja trisandya dan dilanjutkan dengan kramaning sembah. Selanjutnya tirtha wangsuh-pada dan bija dibagikan. Untuk mengisi waktu luang, Ida Bhagawan Dwija melaksanakan Dharma-wacana dalam bahasa Indonesia yang diterjemahkan kedalam bahasa jerman oleh I Gusti Aryani Kriegenburg-Wilems. Pada dharma wacana itu, Ida Bhagawan Dwija menjelaskan secara detail akan makna dari :

1. Padmasana;  yang merupakan bangunan symbol pemuja Tuhan secara umum, atau Sanghyang Tri Purusha, Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai : Siwa – Sada Siwa – Parama Siwa.
2. Lebih lanjut Ida Bhagawan juga  menjelaskan Palinggih " Pengrurah " Sanghyang Widhi sebagai manifestasi Bhatara Kala, pengatur kehidupan dan waktu.

Ida Bhagawan juga mengajak seluruh umat yang hadir untuk meneladani pohon pisang, yang karena kodratnya pohon pisang ada atau bermanfaat untuk mahluk lain dan tanpa mengharapkan pamerih. Oleh karenanya bila ada upacara keagamaan di Bali, pohon pisang selalu digunakan. Disamping meneladani pohon pisang, Ida Bhagawan juga mengajak umat yang hadir untuk meneladani binatang ayam, yang semenjak bangun pagi langsung " berangkat " kerja untuk menafkahi dirinya. Kesemua dharma wacana dari Ida Bhagawan Dwija ini diterjemahkan oleh Gusti Aryani, sehingga hampir semua warga jerman yang menyaksikan jalannya upacara ini manggut-manggut menganggumi inti sari dari dharma wacana dari Bhagawan Dwija, pertanda mereka juga setuju.

Ida Bhagawan Dwija juga menjelaskan bahwa secara perlahan tapi pasti, keberadaan komunitas kita ataupun agama kita mulai dikenali serta di akui, tidak hanya oleh masyarakat Jerman tetapi juga oleh pemerintah Jerman, terbukti dengan diberikannya ijin untuk membangun Pura ini di Museum Völkerkunde Hamburg. Ida Bhagawan mengungkapkan rasa syukur dan terimakasih kepada Museum Völkerkunde dan kepada Ibu Luh Gde Juli Wirahmini Biesterfeld, yang telah secara bersama-sama mewujudkan Pura Sangg Bhuana ini.

Dengan dibangunnya Padmasana / Pura di Hamburg ini, Bhagawan Dwija berharap kepada umat yang hadir di Hamburg, bisa semakin yakin akan Sang Hyang Widi Wasa, yaitu Tuhan dengan tanpa sifatnya (Nirguna Brahman) dan Tuhan dengan sifat-sifatnya (Saguna Brahman).

Dharma Wacana dari Ida Bhagawan Dwija merupakan akhir dari upacara di pagi hari, yang selanjutnya dilanjutkan dengan acara makan siang bersama. Namun sebelum umat beranjak menuju tempat dimana makanan siang di hidangkan, semua umat melakukan foto bersama.

# Sambutan dan Hiburan

Waktu ketika itu menunjukkan jam 14.30, jalannya acara dilanjutkan dengan sambutan resmi dari President Director Museum Völkerkunde Prof. Dr. Wulf Köpke, staff pameran yang bertanggung jawab sebagai departement Bali di Museum Völkerkunde Dr. Jeanette Kokkot, serta pemberian souvenir dari pihak Museum kepada Juli Wirahmini, Ida Bhagawan Dwija, undagi I Nyoman Artana, serta kepada penari yang datang dari Bali. Karena terkesan dengan Dharma Wacana dari Ida Bhagawan Dwija tentang keteladanan pohon pisang,  Prof. Dr. Wulf Köpke pun akhirnya menyerahkan tanda kenang-kenangan berupa tunas pohon pisang kepada Ida Bhagawan Dwija, yang disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari penonton yang hadir. Ida Bhagawan Dwija dalam sambutannya juga menyerahkan kenang-kenangan kepada pihak museum berupa perangkat upacara yang dibawa beliau dari bali dan dipergunakan untuk melangsungkan upacara Ngenteg Linggih di Pura Sangga Bhuana ini, diberikan seutuhnya kepada pihak Museum untuk ditempatkan didalam ruang pameran museum Völkerkunde.

Waktu terus berjalan, acara sambutan pun selesai juga, sehingga acara dilanjutkan dengan acara hiburan, seperti tari panjembrama, tari Jauk keras, tari Bondres , dan tari Joged yang mengikut sertakan penonton yang hadir.

# Penyineban

Di saat hari menjelang sore, setelah acara hiburan usai, Upacara penyineban dipimpin oleh Ida Bhagawan Dwija dilangsungkan sebagai pertanda jalannya upacara Ngenteg Linggih telah berakhir. Umat yang menghadiri persembahyangan juga dimita Ida Bhagawan Dwija untuk mengumpulkan uang logam Euro (yang merupakan bagian dari Panca Datu) untuk ditanamkan kedalam lubang tanah, bersama bebantenan lainnya yang merupakan bagian dari prosesi Mendem Pedagingan. Dimasukkannya uang logam Euro yang merupakan bagian dari Panca Datu atau 5 element dari bahan yang terbuat dari logam yang terdapat di bumi ini seperti :

1. Emas berwarna kuning yang melambangkan kebesaran dan kemasyuran,
2. Perak yang berwarna Putih yang melambangkan kemurnian,
3. Perunggu yang berwarna merah melambangkan spirit dan keutamaan dalam kehidupan,
4. Baja berwarna hitam melambangkan air,
5. Jenis berlian yang terbuat dari campuran keempat jenis logam tadi.

Kelima inti dari metal tadi berfungsi sebagai dasar dari energi listrik yang menghubungkan bangunan-bangunan suci yang ada di Pura dengan energy dari bumi. Dimasukkannya kelima element tersebut di percaya bahwa bangunan suci sudah di hubungkan oleh energy cosmic, sehingga bangunan itu akan memancarkan taksu " kekuatan dari dalam " seperti menarik kekuatan dan meningkatkan daya yang menakjubkan.

Terimakasih

Terimakasih saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa kepada Pemerintah Jerman lewat Museum Völkerkunde Hamburg yang telah mengijinkan pendirian Pura ini di Jerman dan juga terimakasih kepada Luh Gede Juli Wirahmini Biesterfeld yang telah mendanai hingga Pura ini bisa terwujudkan di Hamburg. Semoga amal bakti serta ke ikhlasannya di berkati oleh Ida Sang Widi Wasa.

Sumber : http://metrobali.com/2013/11/01/umat-hindu-rayakan-kuningan-di-jerman/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter

0 komentar:

Copyright © 2013 PD KMHDI Jawa Barat and Blogger Templates - Anime OST.
Selamat Datang di Blog Resmi Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Jawa Barat