Perayaan Tahun Baru Imlek Dalam Kebudayaan Masyarakat Tionghoa Indonesia

Om Swastyastu,
Pekenankan saya dalam bentuk tulisan ini  untuk  sedikit memaparkan hasil kegiatan kunjungan yang telah saya dan beberapa rekan KMHDI  lakukan hari Minggu yang lalu.

Tepatnya pada tanggal 7 Februari 2015, saya bersama 7 rekan KMHDI (bli giri, bli gung dalem, kak chit, kak fajar, kak putra, mita dan kak putri lawi) ikut serta dalam kegiatan pengenalan tradisi perayaan tahun baru imlek dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa Indonesia. Kegiatan ini sendiri diprakarsai oleh rekan - rekan "Jaringan Kerja Antarumat Beragama (JAKATARUB)".

Malam itu setelah kami berkumpul di sekre kmhdi pukul 18.00 WIB dengan kondisi hujan, kami menuju klenteng gede di jl. Klenteng Bandung. Disana kami disambut baik oleh rekan rekan yang lain. Diawali dengan acara perkenalan dari setiap lembaga dan setelah itu selesai  kami langsung memulai tour yang diawali dengan tour menuju Vihara Tanda Bhakti. Selama perjalanan menuju vihara tersebut, ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan rekan rekan dari lembaga lain kepada kami, yang intinya mereka masih belum mengerti perbedaan antara agama Hindu dan Buddha. Salah satu pertanyaannya seperti "Kalian mahasiswa Hindu? Berarti kalian ikut merayakan imlek ya? Hindu dan Buddha itu sama kan?" Mendengar kalimat tersebut  rasanya masih banyak rekan rekan di luar sana yang sangat awam terhadap agama kita.







Setibanya kami di Vihara Tanda Bhakti, kami diajak untuk lebih mengenal sejarah dari perayaan imlek itu sendiri dengan jalan diskusi dengan seseorang yang memahami itu. Selain itu kami juga diberi kesempatan untuk melakukan pemujaan seperti halnya yg biasa mereka lakukan. Dalam benak saya, ini merupakan salah satu pengalaman baru  yang luar biasa dan patut untuk diingat.

Lanjut setelah itu, kami mengunjungi Vihara Dharma Ramsi dan dijelaskan beberapa hal lagi mengenai perayaan tahun baru imlek dan beberapa bagian vihara yang ada, disana juga kami sempat mencicipi bubur yang cukup menahan rasa lapar yang begitu membara, bagaimana tidak, sepanjang perjalanan menuju vihara kedua ini terdapat begitu banyak tempat makan dengan menu babi yang terlihat menggoda.

Kunjungan ketiga yaitu Klenteng Kong Miao. Kami diperkenalkan dengan mereka yang menganut ajaran Konfusianisme atau lebih dikenal Kong Hu Cu, suasa malam yang dingin terasa sedikit panas saat berada disini, hal tersebut dikarenakan beberapa pertanyaan yang dilontarkan teman teman lain kepada pihak klenteng membuat statement yang cukup tegang sehingga atmosphere panaas menyelimuti ruangan ini.

Salah satu pertanyaan nya seperti "kita baru saja jalan beberapa meter dari vihara pertama tapi kenapa ya kok bisa sudah ada vihara yang lain lagi? Dan ternyata banyak." Lalu pihak klenteng awalnya menjawab begini "Saya kembalikan pertanyaannya, kenapa umat muslim mempunyai tempat ibadah yang hanya berjarak setiap 5 rumah? tapi itu tidak pernah kami atau yang lain permasalahkan." Dan masih ada juga beberapa pertanyaan lain yg dilontarkan yang saya kira konteksnya agak keluar dari topik perayaan imlek itu sendiri. Namun terlepas dari hal tersebut, sedikit tidaknya kami juga dapat pengetahuan baru mengenai hubungan perayaan imlek dengan Barong Shai dan juga filosofi warna yang mereka gunakan.

Dan tempat terakhir yang kami kunjungi adalah Vihara Sinar Mulia yang merupakan tempat beribadah dari ajaran Taoisme. Mereka belum diakui di Indonesia akan tetapi mereka tetap dapat bertahan dan sangat bangga ketika mereka dapat memperkenalkan tentang ajaran dan kebudayaannya kepada kami yang hadir saat itu. Disana juga mereka mengharapkan setelah ini mereka dapat mengenal mengenai yang lain termasuk mengenal tentang agama Hindu beserta budayanya di Indonesia.




Kunjungan ke vihara tersebut menjadi penutup karyawisata kami malam itu. Sebenarnya masih ada satu lagi perayaan yang menandai tahun baru imlek itu sendiri yaitu perayaan "menghidupkan lilin-lilin". Namun karena sesuatu dan lain hal, kami tidak sempat ikut serta dalam kegiatan tersebut.

Adapun pelajaran yang bisa saya petik setelah mengikuti kegiatan ini beberapa diantaranya adalah saya lebih memahami perbedaan antara agama Buddha, Kong Hu Cu dan Tao. Perbedaan tersebut terlihat dari Tuhan/Dewa yg disembahnya, cara beribadah, nabi/orang suci yang dihormati dan kitab sucinya. Saya baru memahami bahwa wihara-wihara agama Buddha yang kami kunjungi adalah aliran Mahayana, dimana aliran tersebut adalah agama Buddha yang sudah menyatu dengan Budaya Tiongkok sama seperti di agama Hindu kita mengenal adanya Hindu Bali, Hindu Kaharingan, Hindu Jawa, dan lainnya yang sudah menyatu dengan budaya setempat. Selain itu ternyata agama Kong Hu Cu dan Tao awalnya berawal dari satu sumber. Mereka terpisah saat terjadi perbedaan pandangan para pendirinya tentang fokus hubungan yang lebih penting di agamanya. Agama Kong Hu Cu lebih menekankan pada hubungan horizontal (Hubungan antara sesama manusia), sedangkan Tao lebih menekankan pada hubungan vertikal (Hubungan Manusia dan Tuhan). Persamaan yang saya pelajari yaitu ketiga agama tersebut mempunyai corak agama timur yang bercirikan penuh toleransi, kasih sayang, menekankan pada etika hidup sehari-hari dan menyatu dengan budaya setempat.

Satu kesimpulan penting yang saya dapat setelah mengikuti kegiatan ini adalah "Intinya semua agama  itu memiliki tujuan yang sama, ini hanya mengenai keyakinan dan cara pandang  setiap individunya saja. Semua itu akan terlihat indah jika cara pandang kita benar".

Satyam eva jayate!

Ni Putu Nindya Putri

0 komentar:

Diskusi Tentang Hindu di Katekisasi GKI Kebon Jati

Tanggal 24 Januari 2016 lalu, minggu malam , Odot (Gede Teguh) mendapatkan sebuah permohonan dari Jakatarub (Jaringan Kerja Antar Umat Beragama). Permohonan tersebut disampaikan secara personal oleh Bang Risdo, sekretaris Jakatarub. Isi permohonan tersebut adalah untuk meminta kesediaan mahasiswa Hindu mengisi materi diskusi tentang Hindu kepada calon jemaat di GKI Kebon Jati (GKI-KJ) untuk hari Jumat tanggal 5 Februari 2016. Ceritanya sejak tahun lalu GKI-KJ sudah memasukkan isu tentang toleransi dan keberagaman untuk pembinaan jemaat (istilahnya 'katekisasi'). Tahun lalu buat jemaat dewasa sudah, tahun ini buat jemaat mudanya. Kesempatan yang baik bagi kita untuk mencoba mengaplikasikan salah satu jati diri KMHDI (religius) dan berupaya membangkitkan semangat toleransi antar umat beragama.

Singkat cerita terdapat 5 (lima) orang yang bersedia, antara lain Odot, Bli Giri, Bli Gung Dalem, Bli Gusti, dan saya. Persiapan materi pun kami siapkan. Hari kamis, tepatnya di kosan Bli Gusti, kami gunakan untuk menerka-nerka pertanyaan apa yang akan pemuda non-Hindu tanyakan terkait Hindu. Jumat siangnya kami susun semua materi mulai dari sejarah, tujuan, jalan hidup, hingga rumor-rumor yang berkembang terkait Hindu.






Tepat pukul 18.40 WIB kami memulai pematerian. Peserta yang ikut katekisasi saat itu berjumlah 8 orang. Didampingi oleh Bang Risdo dan Pendeta dari GKI-KJ, kami awali kegiatan tersebut dengan sedikit canggung. Namun tidak berapa lama kami bisa mengendalikan suasana dengan baik dan berdiskusi hingga akhir kegiatan. Kami bersyukur bahwa kegiatan ini bisa memberikan pengalaman baru tentang Hindu bagi umat beragama lain khususnya jemaat GKI-KJ. Hari tersebut kami akhiri dengan mengevaluasi kegiatan di Cafe Madtari dekat Taman Flexi. Dengan menyantap bakso dan pisang dengan keju segunung kami mulai evaluasi hingga dialog-dialog imajiner nan progresif hingga larut malam.

Satyam Eva Jayate!

Chit Jna' Amary K.

0 komentar:

Copyright © 2013 PD KMHDI Jawa Barat and Blogger Templates - Anime OST.
Selamat Datang di Blog Resmi Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia Jawa Barat